Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2011

ANAK PANAH DAN TIKUS

Ini pagi, menjelang subuh. Aku terpekur duduk dengan sebuah busur panah. Memburu tikus yang suka sibuk cari makanan utuh. Sekali kucoba layangkan anak panahku tuk bunuh si tikus. Tapi malah angin yang membawanya pergi. Berkali-kali hasilnya tetap sama kemudian aku menangis. Mengapa tikus itu tak pernah mati? Hingga anak panahku yang terakhir. Akankah aku bidik kearah langit yang hitam menjelang fajar. Untuk membidik tuhan yang kuasa dan abadi. Seraya berdoa agar tikus itu mati. Sekali lagi kucoba layangkan anak panahku tuk bunuh si tikus

NIRWANA, NERAKA

Kebahagiaan, ya, bahagia ada di nirwana. Manusia di nirwana tak pernah bilang pada kita tentang kesakitan. Kepada perih di puncak menara neraka. Panas, jelas. Sedang manusia apa yang buat kita paham tentang bahagia atau sakit jadi sama-sama jelas. Dan kebenaran bukan pada siapapun. Kebahagiaan dan kesakitan juga bukan pada siapapun. Tapi ada pada gemericik dan imajinasi tentang nirwana dan neraka. Perjuangan bukan di atas kertas putih bergaris. Perjuangan adalah semangat tanpa diam. Menuju bahagia, menuju sakit yang berlari tanpa ampun. Antara nirwana dan neraka ada gemericik syahdu. Gemericik orang yang bertanya diantara dinding. Bersama riak ludah penghinaan serta pujian. O, nirwana. O, neraka. Gemericikmu beda.

penyesalan kelinci

dalam bangkit, dalam mati. dalam sunyi, dalam sakit. pemahamanku tidak seruncing dulu ketika bangkit. sekarang cuma sunyi tanpa nyanyi, tidur bersama sakit hampir mati. sebentar lagi kuping panjangku kan layu. dimakan batu, eh waktu. gigiku pun tak setonggos dahulu yang panjang menusuk tanah. jadi kerjaanku cuma jatuh kepeleset karena tongkat gigiku hilang. pernah ibu kelinciku berkata "kejar impianmu seperti kau butuh celana dalam di musim dingin" tapi itu sebelum aku sakit, itu sebelum beliau di sate oleh manusia-manusia zaman edan. aku baru sadar "mana celana dalam ku?" sekarang cuma sunyi tanpa nyanyi. aku senyum-senyum sakit hampir mati. bekasi 12 des 2010

SEPASANG MATA

lama telah kucari kebenaran dengan sepasang mata air yang bergemiricik di telaga lumut dan bayangan bulan di permukaan memuat sudut yang tak terlampaui tugasnya lama telah kucari kebenaran tentang orang-orang yang memiliki tahun dan berbicara seenaknya tentang hidup atau yang berbicara tentang seni membunuh lama telah kucari kebenaran dengan mata-mata ku atas pemikiran gila yang mengekang tapi aku bosan dengan kata "yang" aku ingin melihat kebenaran tanpa "yang" tanpa pamflet bertuliskan "yang" juga poster bergambar "yang" apalagi sepanduk berhuruf "yang" sekarang enyahlah kau jangan ganggu sepasang mata ku dengan "yang"