Dunia begitu kecil dari
atas sana. langit terus memelototi kami. huh..abaikan saja! kami terus
menanjaki wajah yang semakin tergores oleh pijakan kami. “sebentar, istirahat
dulu,” kata salah satu dari kami. Istirahat ini cukup panjang, saat berhenti di
dekat batu yang cukup besar. Dari situ, padang-padang hijau memandangi kami
yang merupakan para pencari ketenangan dunia atas kegelisahan yang
diberikannya. “langit mulai gelap, yo naek lagi.” Kemudian, kami berdiri
kembali mempertahankan kemandirian kami yang kini sedang diuji. Langit mulai
merintih, kami mulai berlari kecil sembari memegangi kuat-kuat tas jumbo yang
dari tadi digemblok. Hujan semakin
keras, dan akhirnya sampai juga di hamparan padang Edelweiss. Di sanalah
keabadian mengarungi kami. Tenda dikeluarkan dan kami dirikan secara
tergesa-gesa. Jadi sudah. Tangisan langit mulai reda, sebagian orang mencari
kayu bakar untuk menghangatkan diri. Karena dingin semakin menusuk. Kayu-kayu,
batang korek digesekkan, jadilah api unggun yang ditunggu-tunggu. Kami nyenyak
dalam hamparan alam yang murni tanpa kedustaan. hingga esok yang menantang kami
dengan beribu kabut-kabut. masih ada jalan tersisa, kami harus tetap pada tegar
dalam mencium dingin dan lelah yang merapal.
karya : UMAR MUKHTAR & IWAN GELONGGONG