Langsung ke konten utama

Betina yang Digumuli


Dunia begitu kecil dari atas sana. langit terus memelototi kami. huh..abaikan saja! kami terus menanjaki wajah yang semakin tergores oleh pijakan kami. “sebentar, istirahat dulu,” kata salah satu dari kami. Istirahat ini cukup panjang, saat berhenti di dekat batu yang cukup besar. Dari situ, padang-padang hijau memandangi kami yang merupakan para pencari ketenangan dunia atas kegelisahan yang diberikannya. “langit mulai gelap, yo naek lagi.” Kemudian, kami berdiri kembali mempertahankan kemandirian kami yang kini sedang diuji. Langit mulai merintih, kami mulai berlari kecil sembari memegangi kuat-kuat tas jumbo yang dari tadi digemblok. Hujan semakin keras, dan akhirnya sampai juga di hamparan padang Edelweiss. Di sanalah keabadian mengarungi kami. Tenda dikeluarkan dan kami dirikan secara tergesa-gesa. Jadi sudah. Tangisan langit mulai reda, sebagian orang mencari kayu bakar untuk menghangatkan diri. Karena dingin semakin menusuk. Kayu-kayu, batang korek digesekkan, jadilah api unggun yang ditunggu-tunggu. Kami nyenyak dalam hamparan alam yang murni tanpa kedustaan. hingga esok yang menantang kami dengan beribu kabut-kabut. masih ada jalan tersisa, kami harus tetap pada tegar dalam mencium dingin dan lelah yang merapal.


karya : UMAR MUKHTAR & IWAN GELONGGONG